Jumat, 22 Oktober 2021

TIPS MEREDAM MARAH

#KITABRIYAADHUSHAALIHIIN #BAB 3 #SABAR

 Kajian oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc

 

 Hadits 47 

Hadits Sulaiman bin Shurad radhiyallahu ‘anhu (Beda penerbit & cetakan, bisa menyebabkan beda penomoran hadits) Dari Sulaiman bin Shurad radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, "Aku pernah duduk bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan pada waktu itu ada dua orang saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan membesar urat-urat lehernya. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya, tentu hilanglah darinya apa yang sedang dia rasakan, andaikan saja dia membaca, 'Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,' tentu akan hilang darinya apa yang sedang dia rasakan.' Maka orang-orang berkata kepadanya, 'Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk'." (Muttafaq 'alaih)

Perawi hadits:  Sulaiman bin Shurad radhiyallahu ‘anhu dengan nama asli Yasar.

Kalau masalah kecil kita marah, bisa terlihat seolah-olah besar. Sebaliknya, masalah besar jika tidak marah, maka masalah besar akan mengecil. Rasul ngga ngamuk dan tetap tenang ketika Perang Badar yang besar kerugiannya. 

RESEP MEREDAM MARAH:

1. jangan fokus ke masalahnya apa, tapi hilangkan amarahnya dulu, baru kita bahas masalahnya apa. Misalnya lagi di kehidupan rumah tangga banyak berantem karena masalah sepele. 

Kalau disikapi tanpa marah, akan lebih mudah hal yang terurai. Lihat bagaimana kemampuan nabi dalam menemukan akar masalah (amarahnya). Kalau bisa mengontrol amarah, maka masalah apapun akan nyaman, tenang. Maka nabi mengajarkan kita untuk menghilangkan marahnya dulu, bukan masalahnya dulu. Kalau masalah diselesaikan sambil marah, ngga bisa :(

Ingatlah bahwa orang-orang yang diberi petunjuk adalah orang yang sabar. Amarah selesai, baru bicarakan masalahnya. Masya Allah. 

2. Kembali ke Allah dengan membaca ta'awudz. Makanya Imam Nawawi mengatakan bahwa marah itu bagian dari godaan syetan, serangan syetan. Jadi cara menghilangkannya, mintalah perlindungan kepada Allah dengan membaca ta'awudz (a'udzubillahi minas syaitonirrajim). 


Belum berhasil juga? Resepnya ngga keliru, barangkali kita yang keliru mengamalkannya. 

Mari simak apa yang dikatakan ulama kita, "Resep terbaik untuk menolak dan menghilangkan marah adalah menghadirkan tauhid yang sejati/hakiki". Jadi ta'awudz bukan sekedar kalimat. Ini tentang tauhid. Maka kita harus hayati kalimat ini dan meyakini bahwa semua yang terjadi adalah perbuatan Allah. Dan setiap pihak yang terkesan pelaku adalah media/alat/perantara. Maka barangsiapa yang kembali kepada Allah, tanamkan perasaan bahwa ini semua karena kehendak/izin Allah SWT. Jadi kalau dia tetap marah setelah paham hal ini, maka artinya dia marah sama Allah. Ini tentang ilmu Allah dan ini tentang ciptaan Allah. 

Jadi kalau kita marah karena suatu kasus yang terjadi padahal semua hal atas kehendak Allah, maka ini bertentangan dengan esensi hamba yang harusnya ta'at, penurut.

  • وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ اِلَّآ اِنَّهُمْ لَيَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَيَمْشُوْنَ فِى الْاَسْوَاقِۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً ۗ اَتَصْبِرُوْنَۚ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا ࣖ ۔

    20. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.

    Jadi, memang dijadikan ujian saat berinteraksi dengan manusia lain. Pemicu amarah itu ujian bagi kita, ujian penghambaan, ujian ibadah, ujian kesabaran.Ingat bahwa Allah Maha Melihat. 

Setiap kejadian itu ujian kita. Yang jadi masalah bukan lawan bicara kita, tapi kejadian itu menguji kesabaran kita, ibadah kita.  Maka orang yang marah itu menabrak/menentang konsep penghambaan, lupa posisinya sebagai hamba. Padahal tujuan penciptaan kita untuk beribadah, dan sabar merupakan satu dari ibadah seorang hamba pada Allah SWT.

Ibnu Hajar mengatakan, ketika Rasul memerintahkan untuk bertaawudz, karena jika manusia kembali/menuju ke Allah ketika amarah, maka akan menghadirkan perasaan bahwa ini ibadah. Ini perlawanan terhadap setan yang membuat kita lupa konsep penghambaan/peribadatan, lupa tujuan hidup kita yakni beribadah. Begitu kita lupa, maka kita akan terpancing amarah. Tujuan hidup kita bukan balas dendam, memaki orang lain, memberi pelajaran ke orang lain, tapi salah satunya adalah mengamalkan tauhid dengan bersabar karena itu merupakan buah ketaatan hamba dalam beribadah. 

Imam Ibnu Qayyim mengatakan:

A'udzu artinya pengahalang dan pembatas. Orang yang membaca a'udzu artinya ia meminta pertolongan dan perlindungan dari musuh (setan yang terkutuk). Ia menjadikan batasan-batasan Allah sebagai jalan hidupnya. A'udzu juga artinya selalu ingin dekat, tidak mau menjauh. Jadi ketika membaca ta'awudz, sudahkah kita mendekat pada Allah? Sudah rajin ibadah belum? 

HIGHLIGHT: "Kejadian ini adalah ujian penghambaan dari Allah kepada kita maka kita harus bersabar, meminta pertolongan kepada Allah SWT dan beribadah kepada Allah SWT. Fokus sabar dan beribadah, maka akan Allah berikan jalan keluar. Kemenangan datang bersama kesabaran. Yang kita takutkan, kita digelapkan oleh setan, emosi, dan menimbulkan masalah baru yang sulit terurai."

 

Wallahu a'lam..

Jazakumullahu khairan :)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar