Philippines
May 18-20, 2016
Begitu membuka mata pada pukul 4 dini hari, ada bisikan (yang ntah darimana) berkata : “Are you ready today?”. Yep! I’m ready!
Sedetik kemudian.... tidur lagi....
Hoaahm.... jam 5. Bangkit, lalu melakukan aktivitas pagi. Meski belum move on betul dari mabuk darat, seluruh panca indera dipaksa untuk siaga. Poor I am. Andai lokasi tempat kaki berpijak saat ini tidak ribuan kilometer jaraknya dari rumah, mungkin saya sudah leha-leha dengan secangkir teh panas, sebungkus roti gabin, dan semangkok bubur ayam yang biasanya sudah nangkring kalo sedang sakit (red : kepala pusing + mual + badan meriang). Karena itu hanya ilusi, cepat2 saya sadar dan bersenandung, “pulangkan sajaaa aku pada ibukuu.. atau ayahkuu... “.
Ketukan si Mamat dari pintu –pertanda dimulainya petualangan hari ini atau kelanjutan perang dunia (?) - membuat saya menarik kasar koper berwarna hijau lumut (yang belakangan gagangnya patah. Bukan saya yang patahin ya, tapi salah seorang tmn saya org Filipino secara ngga sengaja).
Dijanjikan jemputan bakal datang jam 6, kami (red : saya dan si Mamat) udah kayak Siberian Husky di depan penginapan. Sembari nunggu jemputan, kami ingin membayar cost penginapan yang kamarnya cuma, sekali lagi, cuma dipakai 12 jam itu. Officernya belum datang (seketika saya mempertanyakan kredibilitas condotel ini), namun, sebagai warga negara yang baik dan punya stok sabar (walaupun tidak memadai), kami diharuskan menunggu (klo ngga mau nunggu, bakalan digebukin sama satu Filipina).
Jam 8...
Dengan muka selamba, mbak2 officernya finally datang dan bertugas. Begitu si Mamat mengulurkan uang 500 peso miliknya, ternyata uang tsb tidak berlaku lg sejak bulan September 2015. What?!
Ditipu hidup2 sama abang2 money changer (yang belakangan saya balas balik dengan tukar tu duit kesana), saya talangin dulu masalah tu duit (bayangin kalo sendiri dan ngga punya duit lg, kelar dah hidup loe jadi office boy disana).
Yak, mobil yang bisa dibilang lebih mirip mobil travel itu akhirnya datang juga. Telat bgt, tau? Alasannya, beli breakfast dulu (hanya saya dan Tuhan yang tau tentang apa yang saya dumelkan dalam hati).
Dengan konsentrasi yang higher daripada kemarin, hari ini saya bisa leluasa menatap Filipina lekat2. Sejurus kemudian, muncul naluri untuk jepret sana sini. Tak lebih dari lima belas menit, empat roda mobil tersebut membawa kami tiba di depan gedung kantor GPV Camp Philippines.
Lagi2 kami menunggu. Bedanya, kami menunggu partisipan lain di sebuah bus yg siap mengantarkan ke lokasi acara. Biar ngga terlalu lama langang2 disana, sesi perkenalan dengan seisi warga dalam bus dilakukan. Nah, disinilah kami baru tau bahwa ada 3 partisipan lain dari Indonesia (one couple dari UNSRI, one single dari ITS) dan tentunya partisipan dari 4 negara lainnya (Malaysia, Filipina, Thailand dan Cambodia). Jujur, phisically, mereka ngga ada bedanya dengan orang Indonesia. Berasa di negara sendiri untuk beberapa detik, lalu disadarkan dengan obrolan bahasa tagalog yang dilakonkan dua orang gadis diseberang bangku saya. Heol....
Setelah mengisi perut dengan breakfast (secangkir kopi dan sepaket ayam+nasi McDonald) dan mengisi form berisi data diri dan pertanyaan2 yang membuat saya berasa diinterogasi FBI (sumpah, itu pertanyaannya kayak kaset rusak : menanyakan hal yang sama dengan bahasa berbeda. Nyesek ngga tu? Pertanyaan dalam buku novel Moby Dick aja gue males jawabnya, apalagi ini?!. Thanks bgt for Rattanak, lelaki 22 tahun berkebangsaan Cambodia yang dengan telatennya menjelaskan maksud implisit bahkan absurd dari form ini), kita berangkat ke Canoe Beach Resort. Yiihaaaa...!
10 menit masih bisa bertahan. 20 menit kemudian saya sudah di alam bawah sadar. 4 jam perjalanan ke lokasi yang 80% saya isi dengan menutup mata itu jadi pilihan terbaik disaat mabuk darat kembali datang.
Disambut dengan makanan ala prasmanan, we do lunch di ruangan lantai 2 di resort tsb. Jreng..jreng...!! Alamak, baru sadar dengan kepintaran kami. Ekspektasi bahwa kami bertemu dengan makanan halal yang disediakan panitia, pupus sudah. Meski ada ayam, namun kami tak bisa yakin bahwa makanan itu halal sepenuhnya. Beruntung, belakangan, couple dari Sriwijaya itu membawa dan berbagi abon, mie instan, dan energen yang membuat kami bisa survive selama breakfast, lunch, dan dinner disana.
Resort yang letaknya jelas2 di tepi pantai (pantai yang dilarang keras untuk berenang di lautnya karena memang dangerous buat diselami) itu dikelilingi dengan deretan bukit hijau yang cakep bgt. Masya Allah.
Makan udah, lanjut ke sesi seminar dan topic discussion yang menegaskan bahwa : “We are One Family under God. Klo nolong orang itu kudu ikhlas, jgn mempersoalkan latar belakang (ras, agama, warna kulit, dll), toh kita semua sama2 ciptaan Tuhan kan? Dan lagi, kita ini bakal calon pemimpin dunia, yang bertugas menciptakan dunia yang indah, damai, tanpa ada pertikaian, perselisihan ataupun peperangan”. Disaat topic discussion juga asyik. In my opinion, mereka adalah orang2 yg open-minded dan tidak kolot dalam menyampaikan pendapat, juga memberikan kesempatan seluas2nya kpd yg lain untuk mencurahkan aspirasinya (tanpa beban, tanpa ada tekanan). Satu hal lagi yang bisa dijadikan pelajaran!
Cukup dengan ceramahnya. Menjelang malam, kami diharuskan membuat persiapan team performance. Pada waktu yang ditentukan, setelah disuguhi persembahan tari tradisional Filipina, tim saya (beranggotakan : saya sendiri, Chester, Marinel, Drex, Rattanak, dan Rachma) yang diberi nama tim BAY (Bravo and Awesome Youth) ini memutuskan untuk tampil dengan bernyanyi lagu Heal The World dengan selingan poetry, disaat yang lain kebanyakan menampilkan dance. Meski kata seseorang (yang lisannya memang pedas), suara tim kami fals, tapi yang penting dibawa happy ajaa..
Selesai perform, kami diharuskan mengisi reflection writing, sejenis parameter tentang apa saja yang kita pelajari hari ini, apa sajakah target kita yang sudah dan belum tercapai, dan apa harapan kita esok hari. Semacam diary, tapi tanpa ada embel2 kata2 galau dan baper membahana tentunya. Demi dewa, saya yg sudahlah minjam pena Chester, malas pula mengisi reflection writing itu. Intinya, saya benci dgn pertanyaan yang mengharuskan saya untuk menulisnya! Rattanak yang mendengar keluhan saya itu lagi2 membantu saya menuliskan kata2 sampah dan mengarang bebas hingga akhir pertanyaan.
Malam dengan langit yang indah, nyiur melambai-lambai, juga pasir pantai yang memanggil2 untuk dijelajahi itu memang menggoda. Daripada berenang di kolam dengan partisipan lain (nambah dosa), mending jalan2 dulu di sekitar pantai (sayang bgt klo dilewatin, beneran). Belum sempat mengutarakan niat, si Mamat datang dan berpesan kpd Rachma dgn kata2 yang kurang lebih seperti ini : “Rachma, jagain ni anak ya. Suruh dia langsung ke kamar, jgn dibolehin kemana2! ”.
Lemes dengkul dedek baaang... berasa ada emak gue yg ngikutin dan ngasih wejangan ngga mengenakkan gini. Lagi, kenapa harus berada dalam situasi ini?! (menjerit, mosi tidak percaya). Kalau nak ngikutkan kata hati, bisa aja ngga matuhin, tapi takut kualat gue sama emak. Alhasil, gue cuma main ayunan sampai jam 11 malam di depan kamar. Stupid!
..................................................................................................................................................
May 19, 2016
Disambut dengan sapaan morning! Morning! Morning! Dari setiap peserta yang papasan dengan saya, langkah kaki ini saya teruskan ke area dimana kopi berada. Diracik sebentar sama bg Huanza (anak UNSRI, pacar mbak Youwen. Couple yg kubilang tadi itu loh.), tara...kopi itu udh jadi!
Lanjut dengan bermain bakiak, juga permainan semacam karaban sapi (diganti dgn orang) berulangkali dilakukan dengan beberapa putaran hingga siang hari (hal ini menyimbolkan rasa persatuan dan harus adanya kerjasama tim yang baik untuk dapat melakukan sesuatu, sama halnya dengan bagaimana menciptakan perdamaian dunia). Kemudian makan siang dgn mie instan asli buatan bang Huanza (sang anak gunung yang dengan jeniusnya menuangkan air panas ke dalam plastik kemasan mie yang saya baru tau ternyata itu bisa dilakukan!), juga dessert (yang tanpa diminta namun dengan semangatnya saya ambil karena memang bentuknya menggoda dan rasanya memang enak, tapi berakhir dgn panasnya kuping mendengar omelan “ibu tiri”. Lagi dan lagi. Marah karena saya mengambil sesuatu yang lain dari apa yang disuruh.)
Merasa kenyang dan makin bahagia lagi (terlebih karena dikasih roti isi tuna dan minuman sejenis es tebak) pada sesi praktik pengevakuasian korban bencana alam yang diajarkan oleh EARIST (semacam tim SAR), mulai dari cara membawa korban dengan menggunakan tandu, cara mendeteksi kesadaran korban, cara melakukan CPR, cara membebat luka di kepala, telapak tangan, lengan (kecuali luka di hati, ngga ada obatnyaaa...uwoouwoo), sampai simulasi penanggulangan bencana alam itu sendiri. Lebay bgt sampai simulasinya ada nyiram2 air dan mau ngegebukin para pengevakuasi demi membuat simulasi itu makin real. Ada2 aja.
Terbujuk dengan ide evilnya mbak Youwen, tanpa sepengetahuan panitia, kami bolos dan melarikan diri ke 3 pulau di depan resort. Pemandangan bukit2nya, lautnya yang jernih, ditambah rasa excited naik kapal dengan posisi terdepaaaan (klo ibu tau, definitely ngga bakalan dibolehin sampai umur saya setengah abad). Woooow.....3 pulau dengan view yang beda2 dan tak lupa didokumentasikan (yang belakangan setelah saya liat ulang videonya, saya merasa norak seketika).
Oke, back to resort, semua orang pada nyariin! So sorry committee... (Joni habis kena’ interogasi panitia. Mampuuus...).
Disambangi walikota daerah tersebut, dinner malam itu jd sedikit lebih khidmat. Ya, beberapa seremonial yang saya tak ingat satupun kata2nya, lalu diakhiri dgn sesi foto bersama.
Dilanjutkan dengan sesi heart to heart (curhat seputar keluarga, kolega, dll biar lebih kenal satu sama lain), saya bersama Rachma berhasil melalui sesi ini dengan rahasia yang dibawa until go to the underground alias sampai mati!
Tak lama kemudian, giliran sesi adventure race yang harus kali lakukan. Dengan ditutup mata, berbagai halang rintang litang pukang di depan kami. Mau tak mau, kami harus mendengarkan apa2 instruksi dari orang yang di depan kami, istilahnya : I put my trust on you. Membangun kepercayaan akan satu sama lain, itu dia tujuan sesi ini. Berakhir di bonefire (api unggun), beberapa orang dari kami memberitahukan apa2 saja yang mereka pelajari dari camp yang diadakan ini.
Sebelum tidur, Marina (atau siapalah gitu namanya, lupa), melalui suatu aplikasi google (lagi2 saya tidak begitu ingat namanya, klo ngga salah google sky map), dengan semangat memberitahukan saya bahwa di atas kami (red : di langit), saat ini sedang terlihat dengan jelaaas bgt seluruh planet dari galaksi bima sakti, juga terlihat ada rasi bintang (yang sekali lagi maap saya lupa nama rasi nya). Seumur2, saya baru liat hal tersebut (planetnya tidak berkelap-kelip kayak bintang). Waaaaah....
Oke, Hayati lelah hari ini. Dalam 6 jam ke depan, saya tak sadarkan diri diatas kasur.
.................................................................................................................................
May 20, 2016
Sarapan dengan energen gratisan dari anak UNSRI memang jd pelepas rindu dgn negeri sendiri. Pagi itu, setelah packing barang2 dan berfoto ria bersama partisipan lain tuk mengabadikan camp di resort ini, kami menuju Desa Sitio-tio, Barangay, San Antonio, Zambales untuk melakukan service project. Acara ini dumulai dengan kata sambutan, lalu “tari persembahan” yang dipimpin oleh seorang... ehm, lady boy. Dilanjutkan dengan penyerahan alat penyerap energi cahaya kepada warga setempat.
Dengan adanya 200 anak, kami mencoba bermain dengan mereka. Di kelompok saya, anak-anak tersebut kami ajak untuk memainkan permainan konsentrasi memegang alat indera dan permainan berebut kursi setelah musik berhenti gitulah.
Acara GPV Camp Philippines ini officially diakhiri dengan pembagian sertifikat partisipan dan foto bersama. Sebelum balik ke Quezon City, kami mampir makan di Bell Foot (nama restoran, bkan kaki). Lagi2, selama penjamuan makan (surga bgt makan disini, saya sampai nambah nasi dan saosnya yang mirip sambal Bangkok, sementara makhluk di sebelah saya lagi2 tidak menghabiskan makanannya), kami kembali disambangi oleh walikota setempat (beliau ini seorang wanita, sekali lagi, wanita. Hebaat). Selama di restoran ini juga, kami surprised dengan salah satu acara televisi di Filipina yang acaranya seratus persen sama dengan di Indonesia. Tau eat bulaga kan? Nah, di Filipina juga ada acara begituan!
Kembali ke bus, dan satu persatu rombongan turun dan berpisah. Whuaa... We’ll miss u guys....
Rencana kami yang semula langsung ke bandara Ninoy Aquino, berubah total saat JV Espenido, Isabelle, Isay, Charis dan 3 orang Cambodia mengajak untuk Manila Tour esok hari sebelum kembali ke tanah air.
Sontak kami ngikut saja kemanapun derap langkah mereka pergi. Dimulai dari makan mie instan di Jollibee (fast food yang populer bgt disini) disaat yang lain melahap ayam (yang jelas2 ngga halal). Hiks. Eiits, tapi jgn salaah.., perjuangan untuk bisa makan mie instan ini hampir buat nyawa saya melayang!
Jadi begini ceritanya, demi bisa mendapatkan air panas di Seven Eleven, saya menyeberangi lautan kendaraan di jalan raya Manila dikarenakan jembatan penyeberangannya rusak. Beuuuh, itu kendaraan ngga mau berhenti saat saya sudah di tengah jalan. Saya masih mau hidup! Dengan panik, saya kembali ke tepi jalan. Fiuuuh... selamaat selamaat anakmu ini maaak.
Desperately , kembali ke Jollibee dengan muka kusut. Tidak mendapatkan air panas, itu penyebabnya. Setelah makanan yang lain ludes, JV mencoba mencarikan air panas diluar, dan ternyataaa pedagang asongan dibawah jembatan rusak tadi itu menjualnya dengan harga 3 peso. Alhamdulillah..
Nah, perut kenyang dengan tambahan nasi dari Jollibee (sementara si Mamat hanya makan mie instan dan itupun tak habis. Beuuh...), kami melanjutkan perjalanan malam itu dengan menggunakan becak (di perjalanan, saya dan Isabelle melihat supir truk yg tertidur dan jarak truk tsb hanya 1 meter dari becak yg kami tumpangi. Saya sdh zikir2 dlm hati karena sumpah itu menakutkan! Fortunately, becak dan truk mengambil jalañ yg berbeda pada menit ke 15) ke sebuah apartemen. Apa? Ngga salah lagi, apartemen!
Bisa dibayangin ngga, melewati kolam renang apartemen dan tersenyum lebar saat lihat interior apartemen yang wow (dua sofa putih gading, wifi yang kenceng bgt, TV plasma, mesin cuci, pantry yang cool, meja makan, extra bed, restroom yang ada air panasnya, ditambah lagi dengan hiasan wallpapernya di dinding), plus harganya yang Cuma 365 peso atau setara dengan Rp 90.000,- karena ditombokin dengan yang lain. FYI, hrg sewa apartemen itu 1 juta per kamar. Ckckck, Thanks all!
Tepat pukul 2 dini hari, saya baru bisa memejamkan mata. Tak sabar dengan apa yang kami jelajahi esok!
To be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar